Halloween party ideas 2015

Rabu, 28 Juli 2010. Pukul 16.00 waktu Bali, saya dan seorang teman meluncur ke Pantai Kuta. Perjalanan selama lebih kurang 45 menit dari daerah Sanur itu mencerahkan. Jalan Ngurah Rai By Pass tampak seperti jalan tol di jakarta. Kendaraan bergerak dengan rapi.Pemandangan yang jarang terjadi dengan jalanan di Jakarta.

 Sore itu, Bali tampak cerah. Mirip dengan hari kemarin ketika baru saja tiba dari Labuan Bajo, Flores, NTT. Menurut teman saya, dalam beberapa hari belakangan Bali tidak diguyur hujan. Suasana ini menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Musim yang pas untuk menikmati keindahan Pula Dewata. *Foto dari google images
Ketika tiba di Pantai Kuta, yang terletak di bagian Selatan Denpasar, tepatnya di Kabupaten Badung,  kami bergabung dengan sejumlah pengunjung yang lebih dulu tiba. Dari ujung ke ujung, tampak pengunjung bergerombol. Ada yang berjalan, duduk sambil menikmati bir dan minuman sejenisnya, ada yang bermain di pantai, sepak bola, layang-layang, berselancar/surfing, rebahan di pantai, dan sebagainya. Tak lupa melihat para turis mancanegara berjemur sore-sore. Kami berjalan pelan menikmati semua ini. Foto dari google images

Menurut beberapa orang di sana, banyak wisatawan datang ke Kuta hanya untuk melihat indahnya panorama sunset, matahari kembali ke peraduannya. Sore ini, kami sempat melihat pemandangan langit merah nan indah. Pemandangan yang bukan hal baru bagi kami. Sewaktu SMA, saya sering melihat pemandangan seperti ini di pantai di Labuan Bajo, Flores. Atau juga di daerah saya yang terletak di ketinggian.

Pantai Kuta memang merupakan salah satu tempat yang banyak dikunjungi. Konon, tempat ini mulai ramai ketika para pedagang Denmark membuka kantor perwakilan dagang di si Kuta, (info lanjut lihat di baliwebby.com). Para pedagang Denmark masuk Bali diperkirakan pada tahun 1800-an. Seorang pedagang dan juru damai berkebangsaan Denmark meninggal di Kuta pada 13 Mei 1856. Dia berjasa menjadikan Kuta sebagai kawasan perdagangan internasional di abad XIX, (http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/history/detail/160). *Foto dari google images

Selanjutnya, tahun 1930, sepasang suami-istri dari California, Amerika Serikat tertarik dengan keindahan pantai yang belum terjamah tangan manusia ini. Tahun 1960, Kuta ramai dikunjungi terutama oleh turis Australia yang hendak pergi ke Eropa. Bali menjadi tempat persinggahan mereka. Sekarang, Kuta lebih ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan lokal. Di sekitar pantai, telah berdiri banyak bangunan hotel, dan tempat penginapan. Selain indah, pantai Kuta juga ternyata menjadi tempat penyu bertelur.

Setelah puas menikmati pemandangan ini, kami bergegas menuju satu tempat bersejarah di dekat Kuta. Suasana pantai mulai redup. Tampak remang-remang lampu kapal para bagan di laut. Begitu juga dengan lampu-lampu dari hotel berbintang di dekat ujung pantai dan dari bandara internasional Ngurah Rai. Menurut teman saya, ada satu hotel internasional yang waktu itu sedianya menjadi tempat penginapan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Hotel ini lengkap dengan heliped, tempat pendaratan helikopter, di atasnya. *Foto dari http://e-kuta.com/blog/tempat-wisata/monumen-bom-bali-di-legian.htm

Tempat yang kami kunjungi berikutnya adalah Monumen Ground Zero, di Jalan Legian, Kuta. Monumen ini dibuat untuk mengenang korban bom Bali I, 12 Oktober 2002. Bom yang meledak di Sari Club dan Paddy's Café ini diperkirakan memakan 202 korban dan 350 luka-luka. Dua tempat ini merupakan pusat wisata dan hiburan di Legian. Untuk sampai ke lokasi itu, kami melewati daerah pertokoan. Di situ terdapat berbagai hasil kerajinan tangan masyarakat Bali seperti baju dengan tulisan Jogger, assesories seperti cincin emas, gelang, dan assesoris lain yang dijual. Ada pula jenis kerajinan tangan lain seperti ukiran dari kayu. Di sini tampak bahwa orang Bali mempunyai keahlian yakni seni mengukir. Ini menjadi potensi yang bisa menarik wisatawan seluasnya. Asal saja dikelola dengan baik.

Monumen ini diresmikan dua tahun setelah peristiwa bom Bali I, tepatnya tanggal 12 Oktober 2004. Di bagian altar yang dirancang arsitek Ir Wayan Gemuda, tertera daftar nama para korban yang meninggal dunia, termasuk warga Indonesia.  Kami sempat berdiri dekat altar dan membaca nama-nama itu. Setiap tanggal 12 Oktober, di sini diadakan upacara khusus. Saat itu, banyak pengunjung, baik kerabat dan keluarga korban maupun juga pengunjung lain. Saya yang masih asing dengan tempat ini hanya terpaku menatap tempat sejarah ini. Kejamnya manusia membunuh sesama dengan bahan peledak seperti ini. *Foto dari http://www.attayaya.net/2010/10/ground-zero-of-legian-kuta-bali.html

Bersama kami, ada banyak pengunjung lain baik lokal maupun mancanegara. Ini menjadi sumber pemasukan dari sektor wisata. Monumen dengan bentuk yang unik yaitu ukiran khas Bali atau yang disebut "Kayonan" ini menjadi tempat favorit bagi pengunjung untuk sekadar berfoto. Tak mau ketinggalan untuk mengabadikan tempat bersejarah ini dalam jejak-jejak perjalanan. Saya yang hanya seorang mahasiswa dan belum mempunyai keahlian dasar jurnalistik tidak berpikiran ke sana. Kami hanya melihat pengunjung lain berfoto ria. Meski demikian, kunjungan ini memberi satu masukan berarti buat saya. Belajar sejarah bangsa sendiri, menambah wawasan. Monumen ini menjadi modal sejarah besar bagi anak cucu bangsa Indonesia ke depan. Terima kasih Indonesia….

Cempaka Putih, Medio Mei 2011
Gordy Afri


 

 

                                                                                                                            






Google images
Sabtu, 26 April 2011. Rombongan yang terdiri atas 3 mobil berjalan beriringan menuju kota Tangerang. Mobil hitam di ujung depan menjadi pemandu jalan. Mobil kedua berwarna metal dan mobil ketiga berwarna abu-abu mengikuti dari belakang.



Perjalanan ini berujung di Jalan Veteran Raya, Tangerang. Di situ ada Lembaga Permasyarakatan Kelas I (LP) Tangerang. Salah satu LP di daerah Tangerang. Di sini “dibina” sekitar ribuan orang. Menurut seorang penghuni, kebanyakan adalah “tahanan” narkotika (60-an%), menyusul kriminal. Ada beberapa yang digolongkan kasus korupsi namun jumlahnya kecil.

Lima teman saya kaget ketika masuk dan harus menyerahkan KTP. Maklum mereka baru pertama kali datang. Saya dan beberapa teman dari Kemakmuran, Jakarta Barat tiap bulan datang ke sini. Perjalanan selama lebih kurang 1 jam dari Jakarta tidak menyurutkan semangat teman-teman untuk melihat dari dekat LP Provinsi Banten ini.

Begitu juga dengan sebuah keluarga dokter (istri-suami, penyebutan menurut alfabetis) yang baru pertama kali juga. Mereka kaget ketika sampai di dalam ruang masuk. “Wah kalian dicap ya, untuk memnedakan dari para tahanan di sini,” komentar seorang teman kepada teman-teman yang baru.

Sedikit tentang LP Tangerang. Menurut Kepala KPLP Lapas Kelas 1 Tangerang, Muhammad Sanni seperti diberitakan tribunnews.com 4/1/2011, Secara keseluruhan saat ini Lapas Kelas 1 Tangerang menampung 1053 penghuni yang terdiri dari tahanan dan warga binaan. Kapasitas Lapas ini sebenarnya adalah 700 orang.


Gereja Anugerah
foto / V Ladjar

Kami berjalan melalui jalan kecil menuju gedung Gereja Anugerah. Jalan yang cukup bagus dan sempit, lebarnya setengah meter. Terbuat dari konblok yang disusun rapi sepanjang 300 meter. Gereja Anugerah merupakan sarana peribadatan bagi orang Kristen dari berbagai denominasi dan bagi orang Katolik. Di sini mereka dibina secara rohani. Makanya tiap Minggu ada ibadat.

Kami yang terdiri atas rombongan campuran (pastor, calon pastor, dan awam) ingin memberi mereka makanan rohani dan jasmani. Ada ibadat, pelayanan kesehatan dengan membagikan obat gratis, dan juga memberi bingkisan berupa nasi bungkus.

Sementara kami menyapa dan bercakap-cakap dengan sekian tahanan, pastor melayani pengakuan dosa. Setelahnya, kami mempersiapkan lagu untuk misa (perayaan ekaristi). Hari ini Hari Raya Minggu Palma, mengenang perayaan Yesus disambut di kota Yerusalem. Mirip dengan Yesus, para tahanan disambut dalam perayaan Ekaristi.

Perayaan dimulai. Lagu Dikala Yesus Disambut di Yerusalem digemakan. Kami beserta para tahanan yang Katolik mengangkat daun Palma, bersorak gembira, dan menyanyikan lagu itu. teman-teman Kristen lainnya ikut bernyanyi ala kadarnya. Mereka senang mengikuti perayaan ibadat seperti ini. Cara atau ritusnya berbeda namun imannya hampir sama yakni iman kepada Yesus Kristus. Ritus inilah yang membedakan Kristen Protestan dan Katolik.

Para tahanan ternyata memiliki pengalaman unik. Setelah pastor berkhotbah, mereka diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman. Ada yang mengalami pergulatan ketika dijebloskan di penjara. Kadang-kadang, akar permasalahan kasus tidak jelas namun mereka tetap dijerat begitu saja. Mau bilang apa. Mungkin memang mereka belum bisa memahami proses hukum negeri ini. Atau bisa juga mereka memang jadi korban. Tak jarang pelaku utama tidak dijebloskan.


Ada pula yang baru sadar setelah mengalami pembinaan dalam penjara. Dari sini, mereka berniat mengubah kebiasaan setelah keluar. Ini cita-cita yang mencerahkan masa depan mereka. Di sini akan kelihatan kerja keras dan perjuangan mereka. Keinginan baik ini kadang dikubur begitu saja ketika berhadapan dengan situasi di luar penjara. Godaan untuk jatuh pada masalah yang sama tetap diwaspadai.

Ada juga kisah menarik lain. Perbincangan setelah perayaan ekaristi mengungkap kisah ini. Ada yang mengeluhkan susahnya hidup di Jakarta sekarang. Beban ekonomi tinggi. Belum lagi kondisi sosial yang tidak bersahabat. Ancaman akan nyawa terjadi di mana-mana. “Lebih baik tinggal di dalam saja,” kata seorang tahanan sambil tertawa.

Di dalam penjara semua kebutuhan hidup terpenuhi. Makanan tersedia, fasilitas olahraga, fasilitas hidup lain terjamin. Lantas mereka ingin dipenjara selamanya. Bahkan ada beberapa yang secara terang-terangan mengatakan, kalau keluar akan membuat kasus lagi. Ditangkap lalu dimasukkan penjara lagi. Kalau yang masih bujang tentu gampang. Menjadi masalah bagi mereka yang sudah berkeluarga. Keluarga, istri, dan anak menderita. Keluarga menanggung beban ekonomi. Anak-anak tidak merasakan kasih sayang dari sang ayah.

Perbincangan ini menyiratkan kesan persahabatan yang mendalam. Persahabatan ini menghilangkan prasangka buruk terhadap tahanan di penjara. Mereka juga manusia. Manusia yang baik seperti kami, dan kita manusia pada umumnya. Hanya saja mereka di dalam dan kita di luar penjara. Lewat perbincangan itulah kami bisa bersahabat.

Ketika kami membagi makanan, mereka mengucapkan terima kasih. Ini kegiatan terakhir sebelum kami meninggalkan rumah tahan ini.  Ucapan terima kasih mereka keluar dari hati terdalam. Mereka merindukan makanan enak, dan sebagai manusia-sosial, mereka merindukan kunjungan dari orang dari luar.

Mereka menyadari arti pentingnya hidup sehat. Sehat itu mahal apalagi bagi mereka. Kalau sakit merekalah yang membiayai pengobatan. Mereka sangat senang ketika keluarga dokter membagikan obat sesuai keluhan masing-masing. Ada pula yang hanya meminta vitamin. Asupan gizi kadang tidak memadai. Sementara tubuh mereka membutuhkan gizi. Pembagian obat ini semata-mata untuk menghormati mereka sebagai manusia terutama juga tubuh mereka yang membutuhkan perawatan. Rawatlah diri kalian dan semoga lekas menikmati hidup di luar penjara. Semoga kelak akan menjadi orang yang berguna ketika kembali ke masyarakat. Terima kasih sahabat atas pengalaman kalian. 

Cempaka Putih, 14 Mei 2011
Gordi Afri
Diberdayakan oleh Blogger.