Halloween party ideas 2015

gambar, ilcittadinomb.it
Bukan hal baru lagi jika kita melihat betapa banyaknya pengguna jalan yang melanggar rambu lalu lintas. Pemandangan yang menyeramkan misalnya ketika melewati rel kereta api. Namun, apakah itu sebuah tindakan yang baik? 

Boleh jadi kita semua setuju itu tindakan bodoh dan harus dihindari. Namun, jika melihat penyebab di baliknya kita jangan cepat-cepat menyalahkan pelanggar karena kebodohannya. Jadwal kegiatan yang padat biasanya mendorong orang untuk melanggar rambu-rambu yang ada. Tujuannya praktis cepat sampai di tempat tujuan. Ini sah-sah saja namun konsekuensinya besar. Semua tahu kalau terlambat akan diskor. Semua orang juga mau tepat waktu namun caranya jangan dengan melanggar rambu lalu lintas.

Melanggar satu rambu saja kita akan merugikan pengguna jalan lain dan diri sendiri. Memang ini sebuah tindakan yang maaf, tolol. Bagaimana jika dia tertabrak kereta saat melintas rel? Hidupnya berhenti di situ. Impian untuk datang tepat waktu bubar seketika. Bagaimana jika dia berbenturan dengan pengguna jalan lainnya? Boleh jadi keduanya luka. Dia yang menyebabkan insiden dan orang lain yang terkena akibat. Bagaimana jika orang lain terluka dan dia selamat lalu lari terus? Ini tabrak lari. Ini tindakan tolol. Maunya menang sendiri dan tidak mau menghormati pengguna jalan lain.

Oleh karena itu, amat penting mengikuti rambu-rambu yang ada. Ini demi kenyamanan kita dan pengguna jalan lain. Ingat, satu orang yang melanggar yang lain kena getahnya. Jangan mengira bahwa satu kali melanggar dan selamat berikutnya akan seperti itu. Ingat pepatah, sejago-jagonya orang menyembunyikan kue wangi, suatu saat akan tercium wanginya. Maka, peluang untuk jadi korban besar sekali. Hari ini Anda melanggar dan selamat, besok juga mungkin seperti itu, tetapi lusa dan seterusnya, jika Anda belum berubah, Anda akan jadi korban.

Mematuhi rambu lalu lintas sebaiknya mulai dari diri sendiri. Jika kepatuhan itu sudah menjadi darah daging dalam diri kita, kita tidak akan tergoda untuk melanggar rambu sekali pun. Jangan tergoda dengan keberhasilan pelanggar yang melintas satu menit sebelum kereta melintas. Suatu saat jika dia tetap seperti itu akan terlintas juga. Jangan ikut seperti gerombolan saja ketika melintas rel padahal sudah melanggar rambu lalu lintas. Kita mesti mempunyai pegangan, jangan sekali-kali mencoba melanggar.

Jangan mengharapkan berkali-kali polisi menindak tegas pelanggaran Anda. Harga pengadilan bisa dibeli tetapi nyawa kita tidak bisa dibeli. Anda melanggar dan diurus di pengadilan, itu mudah saja. Berkali-kali pun itu tidak memberatkan. Namun, sekali Anda melanggar dan maaf, tidak bernyawa lagi, maka Anda tidak bisa melanjutkan perjalanan hidup Anda. Oleh karena itu mulai sejak dini untuk patuhi dan ikuti rambu-rambu dan petunjuk lalu lintas.***

CPR, 26/3/2012
Gordi Afri


Sumber gambar google
Ini masih soal perjalanan. Sebelumnya, saya sudah menulis persiapan perjalanan jauh seperti obat-obatan. Saya juga pernah menulis soal tips berjalan kompak dalam perjalanan menggunakan sepeda motor. Kali ini, saya mau menulis tentang persiapan yang tak kalah pentingnya.

Saya mulai dengan kisah kami (saya dan tiga teman). Kami berangkat jam 6 pagi dari rumah menuju sebuah Gereja Katolik di daerah Pluit. Daerah yang cukup jauh dari rumah kami. Dari Jakarta Pusat ke Jakarta Utara. Dua sepeda motor kami gunakan. Ini bagian dari penghematan juga. Kalau satu-satu motor tentu tidak efisien. Lagi pula, kami memang tidak mempunyai cukup motor untuk digunakan satu-satu.

Perjalanan pergi cukup lancar. Lalu lintas pagi biasanya lenggang. Paling-paling pengguna sepeda atau kelompok lari pagi dan jalan sehat yang merajai jalan. Pagi ini, kami menghindari jalur-jalur ramai yang biasanya menjadi jalur jalan sehat atau jalur sepeda. Kami melewati jalur luar yang pelintasnya tidak terlalu ramai.

Memang benar. Dengan menembus udara pagi yang dingin dan segar, kami tiba di tempat tujuan lebih kurang 45 menit. Dinginnya minta ampun. Saya yang tidak mengenakan jaket lebih dingin. Meski duduk di belakang suasana dingin masih terasa. Tak kalah dingin dengan teman yang di depan. Bedanya, dia mengenakan jaket tebal. Jadi, meski dihadang udara dingin, dia tetap bisa menjaga kehangatan badan.

Perjalanan pulang menjadi bumerang bagi kami. Mula-mula perjalanannya juga lancar meski tidak sebanding dengan kelancaran pada perjalanan pergi. Matahari mulai tampak sinarnya. Di jalan, sudah ada angutan kota yang beroperasi. Sepeda motor mulai ramai. Maklum, hari Minggu dikenal sebagai hari pelesiran.

Kami melewati dua rel kereta api. Di rel pertama, kami menunggu lama. Kami tiba di situ sesaat menjelang kereta lintas. Sirene gerbang penyeberangan meraung-raung menghentikan laju kendaraan. Kami ikut dalam antrian panjang itu.

Di rel kereta kedua, kami berjalan lancar. Hanya saja, kami melihat sepeda motor teman kami mulai oleng setelah menyebarangi rel kereta. Ada apa ini? Seorang teamn turun dari motor. Rupanya ada masalah dengan motor mereka. Benar saja, ban belakang gembos. Masih bisa dituntun menuju tempat tambal ban yang berjarak sekitar 10 meter dari situ.

Kalau tempat tambalnya cukup jauh lain lagi ceritanya. Biasanya memang di sekitar pusat keramaian ada banyak tempat tambal ban. Di sekitar tempat itu biasanya rawan kena paku. Kami tidak mau menuduh tukang tambal ban itu. Mungkin memang ban sepeda motor kami sudah tua dan sudah saatnya untuk diganti.

Kami mendekati tukang tambal itu. Dia membongkar ban motor itu. Ternyata bannya sobek. Tidak ada bekas paku di ban dalam dan luar. Ban itu seperti melepuh. Mungkin usianya sudah tua sehingga tak kuat menampung angin. Sebelumnya, sekitar 15 menit, kami menambah anginnya. Apakah anginnya terlalu kencang? Bisa jadi, apa boleh buat.

Kami membayar ongkos ganti ban Rp. 45.000. Ban yang lama dibuang di tempat itu. Kami melaju dengan ban baru. Beruntung kami menyediakan uang cukup. Kalau tidak, kami harus emndorong motor itu sampai di rumah.

Dalam perjalanan terutama yang jauh memang wajib hukumnya membawa uang. Gunanya, untuk hal-hal kecil seperti ini. Kalau isi angin ban cukup bawa kurang dari Rp. 5.000. Namun, untuk mengganti ban seperti ini, bawalah minimal Rp. 50.000. Siap-siap saja di saku. Peristiwa semacam ini datangnya tak terduga, tiba-tiba saja, apalagi di Jakarta rawan paku jalanan. Jadi, jangan sepelekan persiapan kecil ini. Kisah lain tentang persiapan perjalanan akan saya uraikan pada sesi berikutnya. Terima kasih dan salam. ***

Gordi Afri, CPR

14/3/2012



Sumber gambar sini



Jalan-jalan bertemu tukang jual bunga. Itulah indahnya perjalanan. Ada banyak yang dijumpai namun kali ini saya terkesan dengan penjual bunga ini.

Sabtu, 3/3/2012 yang lalu, seperti biasa setiap hari Sabtu, saya mengunjungi anak-anak untuk belajar bersama di Papango-Warakas, Jakarta Utara. Tiba-tiba saja rantai motor terlepas di jalan. Sebelumnya ada tanda-tanda sepeda motor seperti oleng kiri dan kanan, putaran roda tidak stabil. Saya pun mengecek kondisi ban depan dan belakang. Keduanya masih normal.

Ternyata yang bermasalah adalah rantainya. Saya hentikan motor dan memarkirnya di pnggir jalan yang berbatu-batu dan berkerikil. Di dekat situ, ada penjual bunga. Saya bertanya padanya tentang bengkel motor terdekat. Dia menyebut tempat yang jaraknya cukup jauh sambil keluar dari pondoknya. Dia memeriksa kondisi rantai sepeda motor saya. Lalu, dia memperbaikinya, memasukannya pada roda rantai di dekat ban belakang. Ban motor kembali berputar dnegan normal.

Kondisi rantai motor memang amat jelek. Rantai itu agak kendor, kelebihan panjangnya sehingga mengganggu ban saat berputar. Dia lalu berpesan, “Hati-hati ya, jalan pelan-pelan saja, sambil melihat bengkel motor terdekat.” Lalu, saya melanjutkan perjalanan dengan kecepatan berkurang. Di kiri-kanan jalan memang ada bengkel kecil-kecilan namun belum buka karena masih pagi. Saya juga tidak membawa cukup uang. Kalau di bawah 10 ribu rupiah pasti bisa, tetapi kalau lebih pasti harus minta belaskasihan pemilik bengkel.

Saya pun berjalan pelan sampai tiba di tempat bekumpulnya anak-anak. Rantai motor tidak terlepas lagi. Saya berharap supaya kondisi ini tetap terjaga saat jalan pulang. Rupanya Tuhan mengabulkan harapan ini, rantai itu tetap seperti itu dalam perjalanan pulang. Perjalanan memang menjadi lebih lama karena kecepatannya berkurang. Tetapi memang harus seperti inilah keadaannya kalau mau selamat. Entahlah, mungkin ini kebetulan rantainya tidak terlepas lagi. Kalau pun itu kebetulan saya tetap mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dan kepada penjual bunga itu. Inilah indahnya perjalanan, menemukan keindahan dalam pertemuan dnegan orang baru, mematangkan kemandirian dalam perjalanan.

Penjual itu memang tidak hanya menjual bunga-bunga yang indah tetapi perilakunya juga indah. Perilakunya membuat saya tersenyum setelah hampir sedih melihat kondisi motor. Sekali lagi terima kasih pak….bunga-bunga mekar menaburkan keindahan bagi mereka yang melihatnya.

CPR, 5/3/2012
Gordi Afri

Diberdayakan oleh Blogger.